*Blog ini didirikan untuk
melestarikan kearipan budaya ilmu nusantra agar tidak dilupakan dan punah
ditelan zaman oleh anak cucu yg sudah percaya dgn tehnologi,kalau bukan kita yg
melestarikan siapa lagi,kalau tidak sekarang kapan lagi,bangsa yang besar
adalah bangsa yg tidak melupakan sejarah.
ARTIKEL INI KHUSUS DEWASA DILARANG KERAS
MEMBUKA DAN MEMBACANYA ANAK DIBAWAH UMUR
”.harap
untuk tidak mengirim mahar dalam bentuk uang dan apabila masih mengirim juga
itu diluar tanggung jawab saya baik secara hukum Negara dan agama”
Oleh fb Muzij .
silahkan gabung dengan grup ilmu kekayaan sejati di Facebook klik Ayahnya
Sheila Aura Azhura membagikan kiriman pertamanya.
menyingkap tirai tabir Al Sin dan Al Syin Syaikh Abdul Qodir Jailani (bag 1)
=====================================
Syaikh Rosyidin Al-Junaidi meriwayatkan,
pada malam Mi'raj, malaikat datang menghadap Rasulullah SAW sambil membawa
buroq.
tampak sekali kaki buroq itu bercahaya laksana bulan dan paku kasut telapak
kakinya bersinar seperti sinar bintang.
dikala buroq itu dihadapkan kepada Rasulullah SAW, ia tidak bisa diam dan
kakinya bergoyang-goyang seperti sedang menari.
Rasulullah SAW bertanya "mengapa kamu tidak diam? apakah kamu menolak
untuk kutunggangi?".
buroq berunjuk sembah: "tidak, demi nyawa yang menjadi penebusnya, saya
tidak menolak, namun ada suatu permohonan, nanti pada waktu Rasulullah SAW akan
masuk surga, jangan menunggangi yang lain selain saya sendiri yang menjadi
tunggangannya."
Rasulullah SAW menjawab: "baik, permintaanmu akan ku kabulkan ".
buroq masih mengajukan permohonannya: "Ya Rasulullah, saya mohon agar
tangan Engkau memegang pundakku untuk tanda bukti nanti pada hari kiamat".
lalu dipegangnya pundak buroq itu oleh Rasulullah SAW, oleh karena gejolak
rasa gembira sehingga jasad buroq itu tidak cukup untuk menampung ruhnya,
sehingga naiklah badannya membumbung tinggi keatas setinggi empat puluh hasta
tinggi badannya.
Rasulullah SAW berdiri sebentar melihat badan buroq itu menjadi naik keatas
sehingga terpaksa Rasulullah SAW mencari dan memerlukan tangga.
sementara itu, sekonyong-konyong datanglah ruh Ghoutsul A'dhom Syaikh Abdul
Qodir Jailani mengulurkan pundaknya sambil berkata: "silahkan pundakku di
injak untuk dijadikan tangga".
lalu Rasulullah SAW memijakkan kaki beliau pada pundak Syaikh untuk
menunggangi buroq.
di saat itu Rasulullah SAW bersabda: "telapak kakiku menginjak pundakmu
dan telapak kakimu nanti akan menginjak pundaknya para waliyullah.
Syaikh Abdul Qadir Jailani di usia mudanya adalah seorang yang sangat
jenius, cerdas dan gemar menuntut ilmu.
beliau mempunyai dua orang sahabat yaitu Ibnu as-Saqa dan Abu Said Abdullah
ibnu Abi Usrun, keduanya juga dikenal sebagai sosok yang cerdas.
Suatu saat Syaikh Abdul Qadir al-Jailani beserta kedua temannya itu sepakat
untuk mengunjungi seorang wali Allah yang bernama Syaikh Yusuf al-Hamdani
(440H-535H, beliau adalah Abu Ya’qub Yusuf ibn Ayyub ibn Yusuf ibn al-Husain
al-Hamdani murid dari Syaikh Abu ‘Ali al-Farmidhi murid dari Imam al-Ghazali),
yang dikenal sebagai al-Ghauts (seorang ahli ibadah yang shaleh, wali Allah
yang tinggal di pinggir kota) namun beliau dikunjungi banyak orang.
Sebelum berangkat, Ibn as-Saqa dan Ibn Abi Usrun berdiskusi mengenai niat
atau maksud dari ziarah yang ingin mereka lakukan. Ibn as-Saqa berkata: “Aku
akan menanyakan persoalan yang susah agar ia bingung dan tidak bisa
menjawabnya.”
Kemudian Ibn Abi Usrun juga berkata: “Aku akan ajukan pertanyaan ilmiah, dan
aku ingin melihat apakah yang ingin beliau katakan.”
Akan tetapi Syaikh Abdul Qadir Jailani hanya diam membisu. Maka bertanyalah
Ibn as-Saqa dan Ibn Abi Usrun kepada beliau: “Bagaimana pula dengan engkau,
wahai Abdul Qadir?”
Syaikh Abdul Qadir Jailani menjawab: “Aku berlindung dengan Allah dari
mempertanyakan permasalahan yang sedemikian. Aku hanya ingin ziarah untuk
mengambil berkah darinya.”
Kemudian berangkatlah ketiganya menuju rumah Syaikh Yusuf al-Hamdani
al-Ghauts. Setelah dipersilahkan masuk oleh al-Ghaus, beliau meninggalkan
mereka beberapa saat.
Setelah menunggu agak lama, barulah Syaikh Yusuf al-Hamdani al-Ghauts keluar
dengan pakaian kewaliannya untuk menemui mereka dan berkata:
“Wahai Ibn as-Saqa, kamu berkunjung ke mari untuk mengujiku dengan
permasalahan demikian, jawabnya adalah demikian (Syaikh Yusuf al-Hamdani
menjelaskan jawabannya beserta dengan nama kitab yang dapat dijadikan rujukan).
Ia kemudian berkata kepada Ibnu as-Saqa: “Keluarlah kamu! Aku melihat api
kekufuran menyala-nyala di antara tulang-tulang rusukmu.”
“Sedangkan kamu, ya Ibnu Abi Usrun, kamu ke mari dengan tujuan menanyakan
permasalahan ilmiah, jawabnya adalah demikian. (Syaikh Yusuf al-Hamdani lalu
menjelaskan jawabannya berserta nama kitab yang membahas persoalan itu).
Keluarlah kamu! Aku melihat dunia mengejar-ngejar kamu.”
Kemudian Syaikh Yusuf al-Hamdani al-Ghauts melihat kepada Syaikh Abdul Qadir
Jailani, lantas berkata: “Wahai anakku Abdul Qadir, engkau diridhai Allah dan
RasulNya dengan adabmu yang baik. Aku melihat engkau kelak akan mendapat
kedudukan di Baghdad dan memberi petunjuk kepada manusia. Apa yang kamu
inginkan insya Allah akan tercapai. Aku melihat bahwa kamu nanti akan berkata:
“Kedua kakiku ini berada di atas pundak setiap para wali.”
Mereka bertiga kemudian keluar dari rumah al-Ghauts.
Beberapa tahun kemudian, Ibnu as-Saqa diperintahkan raja untuk berdebat
dengan pemuka agama Nasrani. Perdebatan ini atas permintaan Raja Nasrani.
Penduduk negeri telah sepakat bahwa mereka sebaiknya diwakili oleh Ibn as-Saqa.
Dialah orang yang paling cerdas dan alim di antara kita, kata mereka.
Maka berangkatlah Ibn as-Saqa untuk berdebat dengan pemuka agama Nasrani.
Sesampainya Ibnu as-Saqa di negeri kaum Nasrani, dia terpikat dengan seorang
wanita pada pandangan pertamanya. Lalu dia menghadap ayah si wanita untuk
meminangnya. Ayah perempuan itu menolak, melainkan jika Ibn as-Saqa terlebih
dahulu memeluk agama mereka (Nasrani). Dia pun dengan serta merta menyatakan
persetujuan dan memeluk agama mereka, menjadi seorang Nasrani.
Sedangkan Ibnu Abi Usrun, dia ditugaskan Raja Sultan ash-Shaleh Nuruddin
asy-Syahid, untuk menangani urusan wakaf dan sedekah. Akan tetapi kilauan dunia
selalu datang menggodanya dari berbagai penjuru hingga akhirnya ia jatuh dalam
pelukannya.
Adapun Syaikh Abdul Qadir Jailani, kedudukannya terus menjulang tinggi di
sisi Allah juga di sisi manusia sehingga sampai suatu hari beliau berkata:
“Kedua kakiku ini berada di atas punggung setiap wali.” Suara beliau didengar
dan dipatuhi oleh seluruh wali ketika itu.
bersambung.....
menyingkap tirai tabir Al Sin dan Al Syin Syaikh Abdul Qodir Jailani (bag 2)
=====================================
Ali ibn Muhammad ibn Arabi (ayah dari Syaikh Muhyidin Ibnu Arabi nantinya)
pergi ke baghdad pada usia senja. Ia mendambakan seorang anak sebagai
penerusnya ketika dia wafat.
lantas dia pergi untuk menemui Syaikh Muhyiddin Abdul Qadir Jailani dan
memintanya untuk berdoa kepada Allah agar memberinya seorang anak.
Syaikh berkhalwat dan melakukan perenungan dan sekembalinya, dia memberitahu
Ali ibn Muhammad;
“Aku telah melihat alam rahasia dan telah diungkapkan kepadaku bahwa engkau
tidak akan mempunyai keturunan, maka janganlah engkau letihkan dirimu dengan
berusaha”.
meski kepalanya tertunduk, orang tua itu tidak menyerah, dia meminta dan
menegaskan :
“Wahai Syaikh, Allah tentu akan mengabulkan doamu, aku memintamu untuk
memberikan syafaat kepadaku dalam masalah ini”.
Syaikh Abdul Qadir Jailani sekali lagi menyendiri dan melakukan perenungan,
tak lama berselang dia kembali dan berkata bahwa meski Ali ibn Muhammad tidak
ditakdirkan untuk memiliki seorang keturunan, sedangkan bagi Syaikh Abdul Qadir
Jailani sendiri tidaklah demikian, apakah engkau ingin mempunyai benih anak
dari saya?.
si tamu dengan gembira menerimanya, lantas keduanya saling merapatkan
punggung, kedua tangan mereka saling bertautan.
Ali ibn Muhammad kemudian menuturkan peristiwanya:
“ketika aku merapatkan punggungku ke punggung Syaikh Abdul Qadir Jailani,
aku merasakan sesuatu yang hangat turun dari leherku ke bagian punggungku.
tak lama setelah itu seorang anak lahir untukku dan dia kuberi nama
Muhyiddin, seperti yang diperintahkan Abdul Qadir Jailani”.
nama lengkap Syaikh Muhyiddin ibn Arabi adalah Abu Bakr Muhammad ibn Ali ibn
Muhammad al-Hatimi al-Tha’I al-Andalusi.
suatu hari Syaikh Muhyidin Ibn Arabi mendaki gunung di Damaskus dan berkata
:
“Hai penduduk Damaskus, Tuhan yang kalian sembah ada di bawah kakiku”.
ketika mendengar kata-kata ini, orang-orang melemparinya dengan batu dan
bersiap untuk membunuhnya, seorang Syaikh pada zamannya, Abu Hasan meredakan
kemarahan orang-orang itu dengan berkata: “bagaimana penduduk di sini bisa
memenjarakan seseorang yang melaluinya alam malaikat datang ke dunia fana?”
demikian dia melontarkan pertanyaan kepada Syaikh Muhyidin Ibnu Arabi.
“kata-kataku telah diucapkan, “jawab Syaikh Muhyidin Ibnu Arabi “melalui
racun keadaan yang engkau jelaskan”.
tetapi kebencian orang-orang terhadap Syaikh Muhyidin Ibnu Arabi ternyata
bertahan lama, sehingga setelah wafatnya, orang-orang menghancurkan pusaranya
hingga rata dengan tanah.
namun, semasa hidupnya, Syaikh Muhyidin Ibnu Arabi pernah membuat pernyataan
yang penuh misteri yaitu:
“Idza dakhola AL SIN ila AL SYIN yazharo qobru Muhyidin”,
“Ketika Sin memasuki Syin (huruf sin dan syin dalam bahasa arab), pusara
Muhyiddin akan ditemukan”.
ketika sultan Utsmani IX, Salim II, menaklukan Damaskus pada 1516, dia
mempelajari pernyataan ini dari seorang ulama sezaman yang bernama Zembili Ali
Efendi, yang menafsirkannya : “Ketika Salim (yang namanya diawali huruf sin)
memasuki kota Syam (nama Arab Damaskus, yang diawali huruf syin), dia akan
menemukan pusara Ibn Arabi”.
kemudian Sultan Salim memperoleh keterangan dari para teolog kota itu
mengenai tempat sang wali menyatakan “Tuhan yang kalian sembah ada di bawah
kakiku”, dan tempat itu pun digali.
pertama, ditemukan perbendaharaan uang logam emas, yang mengungkapkan apa
yang dimaksudkan oleh sang wali, di sebelahnya, dia menemukan pusaranya.
dengan kekayaan yang ditemukannya, Sultan Salim mendirikan tempat ziarah dan
masjid yang sangat indah di sekitar pusara itu.
pusara dan masjid itu masih ada hingga kini di kota Damaskus dan berada di
sebuah tempat yang disebut Salihiyyah di lereng gunung Qasiyun.
bersambung.....
menyingkap tirai tabir Al Sin dan Al Syin Syaikh Abdul Qodir Jailani (bag 3)
=====================================
Syaikh Mahmud An Na’al meriwayatkan bahwa ayahnya bercerita,
“saat Syaikh Abdul Qodir Jailani muda datang kepada Syaikh Hamad Ad Dabbas,
aku sedang berada disana.
Syaikh Hamad bangkit dari duduknya dan berkata, “selamat datang wahai gunung
kokoh dan tinggi” lalu mendudukkan Syaikh Abdul Qodir Jailani disampingnya.
kemudian beliau bertanya kepada Syaikh Abdul Qodir Jailani, “apa perbedaan
antara hadits dan kalam”.
“Hadits” jawab Syaikh Abdul Qodir Jailani, “Keluar sebagai jawaban atas
pertanyaan yg dilontarkan kepadamu, sedangkan kalam bersumber dari keinginan
kuat dalam hati untuk menyampaikan sesuatu”
mendengar jawaban tersebut Syaikh Hamad Ad Dabbas berkata, “engkaulah
Sayyidul Arifin masamu, panji-panjimu akan berkibar dari timur ke barat,
punggung orang-orang masamu akan membungkuk dihadapanmu, derajatmu akan
ditinggikan dari para sahabatmu.”
suatu hari Syaikh Abdul Qodir Jailani menghadap Syaikh Hamad Ad Dabbas lalu
kemudian pergi.
sepeninggalnya, Syaikh Hamad Ad Dabbas berkata,
“pada waktunya nanti, kaki orang ini (Syaikh Abdul Qodir Jailani) akan
berada di punggung setiap wali dan dia akan diperintah (oleh ALLAH) untuk
mengatakan, “kedua kakiku ini ada di punggung setiap wali”. dan hal tersebut
benar-benar terjadi pada waktunya.
Syaikh Ali bin Abi Barakat Shakr bin Shakr meriwayatkan bahwa ia pernah
mendengar ayahnya pernah berkata:
aku pernah berkata kepada pamanku Syaikh Uday bin Musafir.
"sepanjang pengetahuan anda selain Syaikh Abdul Qodir Jailani adakah
para ulama terdahulu yang berkata ‘Kedua kakiku ini ada di pungggung setiap
Wali Allah ?’
“Tidak” jawabnya.
"Jika memang demikian sambungku, lalu apa makna dari perkataan tersebut
?’
beliau berkata “itu artinya Syaikh Abdul Qodir Jailani telah mencapai maqom wali
Afrod .
‘tapi bukankah di setiap generasi terdapat Wali Afrod bantahku lagi.
“benar tapi tidak ada seoranpun yang diperintahkan oleh Allah untuk
mengucapkan kalimat ini” jawabnya.
‘jadi memang beliau diperintahkan untuk mengucapkan kalimat tersebut ? tanyaku.
‘ya’ jawab beliau.
kemudian beliau berkata ‘karena adanya perintah tersebut mereka meletakkan
kepala, bukankah engkau mengetahui bahwa para Malaikat bersujud kepada Adam
karena adanya perintah kepada mereka untuk melaksanakan hal tersebut.
pada suatu hari, Syaikh Abdul Qodir Jailani telah didatangi oleh
pembesar-pembesar kota baghdad untuk diajak bersama dalam satu majlis ibadah
malam secara beramai-ramai.
dia menolak tetapi pembesar-pembesar tersebut berkeras untuk mengajak beliau
hadir untuk dapat berkat, kata mereka.
akhirnya dengan hati yang berat, Syaikh Abdul Qadir Jailani mensetujui untuk
hadir.
pada malam yang telah ditetapkan, di satu tempat yang terbuka, beratus-ratus
orang hadir dan melakukan ibadah masing-masing, ada yang sholat, ada yang
wirid, ada yang membaca Al Quran, ada yang bermuzakarah, ada yang bertafakur
dan sebagainya.
Syaikh Abdul Qadir Jailani hanya duduk di satu sudut sambil memperhatikan
gelagat orang-orang yang beribadah itu.
dipertengahan malam, pihak penganjur menjemput Syaikh Abdul Qadir Jailani
untuk memberi tazkirah. beliau selalu mengelaknya tetapi didesak berkali-kali
oleh pihak penganjur.
lantas Syaikh Abdul Qadir Jailani bertazkirah dengan berkata,
"tuan-tuan dan para hadirin sekalian,Tuhan tuan-tuan semua berada di
bawah tapak kaki saya."
mendengar ucapan beliau, para hadirin terkejut dan majlis menjadi gempar.
para hadirin merasa terhina dan kecewa, bagaimana mungkin seorang Syaikh
yang dihormati dan terkenal dengan ilmu dan kewaroannya bisa berkata seperti
itu terhadap Tuhan mereka.
mereka sepakat melaporkan perkara itu kepada pemerintah.
Kadhi bertanya, "benarkah pada waktu dan tempat saat itu, Tuan Syaikh
pernah berkata dihadapan khalayak ramai bahwa Tuhan nya mereka ada di bawah
tapak kaki Tuan Syaikh?"
dengan tenang Syaikh Abdul Qadir Jailani menjawab, "benar, saya memang
berkata seperti itu."
Kadhi bertanya lagi, "sebab apa Tuan Syaikh bisa berkata seperti
itu?"
"kalau tuan kadhi mau tahu, silahkanlah lihat telapak kaki saya."
jawab Syaikh Abdul Qadir Jailani.
maka kadhi itu pun mengarahkan pegawainya untuk mengangkat kaki Syaikh Abdul
Qadir Jailani untuk dilihat telapak kakinya.
ternyata ada duit satu dinar yang melekat di telapak kakinya Syaikh Abdul
Qadir Jailani.
lantas pahamlah sang kadhi dalam menangkap isyaroh dari Syaikh Abdul Qadir
Jailani tsb.
bersambung.....
warning...???
semua keilmuan yg ada diblog ini sudah diihlaskan pengizajah,tampa mahar/biaya
apapun lagi,baik penyatuan,sabatin atau istilah apapun juga,harap berhati-hati
terhadap penipun.
SARAN SAYA sebagai ADMIN , BAGI YG INGIN BERTANYA
LANGSUNG KEPENGIZAJAH UNTUK MEMBERIKAN MAHAR PULSA IHLAS,SEBAGAI ganti biaya balas sms
Sebagai
ucapan terimakasih anda atas adanya blog ini silahkan transfer Donasi uang ke BANK BRI :
4554-01-005033-53-2 An.
SAHRUDIN,
Nb.isi
artikel ini saya ambil dari grup
FACEBOOK blog Ilmu kekayaan sejati, isi
artikel sepenuhnya tanggung jawab pemosting, diluar
tanggung jawab saya selaku admin dan pengelola blog,segala apapun akibat dari
dibacanya blog ini menjadi tanggung jawab peribadi pembaca masing-masin
·
Dilarang menjiplak
,copy,mengambil,artikel keilmuan ini tanpa izin admin atau pemilik keilmuan.